Kelangkaan Minyak Goreng di Aceh seperti pepatah "ayam mati dilumbung padi".
Betapa tidak, lahan kelapa sawit terbentang luas di Aceh, yang merupakan bahan baku minyak goreng, namun sayang nya bahan baku tersebut terpaksa dikirim ke provinsi tetangga untuk diolah menjadi minyak goreng dan produk lainnya.
Padahal, di Aceh memiliki banyak lahan untuk didirikan pabrik minyak goreng, memiliki anggaran berupa dana otsus yang berlimpah, memiliki sdm karena pengangguran sarjana tinggi.
Namun mengapa sampai saat ini, sudah 88 trilliun lebih dana otsus mengalir, tingkat kebutuhan minyak goreng dalam nanggro kita belum mandiri? Masih bergantung sama yang lain, sekarang kita kalang kabut?
Seharusnya dana otsus dapat digunakan untuk skala prioritas berupa pembangunan industri industri, sehingga Aceh bisa mandiri, paling kurang untuk kebutuhan pokok tidak lagi bergantung pada yang lain.
Kita berharap para pemangku kebijakan dapat merenung dan menjadikan ini sebagai momentum untuk evaluasi penggunaan dana otsus yang selama ini dilakukan.
Mudah mudahan kedepan, dengan waktu yang tersisa, dana otsus dapat digunakan untuk membangun industri industri, sehingga tenaga kerja terserap, PAD meningkat, ekonomi terperbaiki, kemiskinan menurun.
Dulu di Aceh juga ada pabrik pengolahan minyak goreng dari bahan kelapa, namun mati karena masuknya migor dari luar, ini juga bisa dihidupkan kembali berupa home industri.
Dulu, kelapa ini bisa dibuat pliek dan minyak goreng, tak pernah terdengar migor langka, bahkan dimomentum tertentu, dimana kebutuhan migor tinggi, namun kebutuhannya tetap terpenuhi.
Dulu hampir setiap gampong melakukan produksi minyak goreng.
Wallahu'alam...