Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Berita Populer

Guru Besar UIN Suka Ungkap Masih Banyak Dosen PTKIN 'Gagap' Membaca Alquran

Jumat, 11 Juli 2025 | 02:53 WIB | 0 Views Last Updated 2025-07-11T09:53:28Z


HARIANREPORTASE.my.id
-- Guru Besar Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Prof Eva Latipah mengungkapkan, masih banyak dosen di Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri (PTKIN) yang tidak lancar dalam membaca Alquran.


Eva menjelaskan, hal tersebut tampak dalam pelatihan dosen baru yang diselenggarakan oleh Lembaga Penjaminan Mutu (LPM) di salah satu UIN ternama pada 2024. 


Menurut dia, tercatat hanya sekitar sepertiga peserta yang menunjukkan kelancaran membaca Alqur’an dengan tajwid yang benar.


Sementara itu, sebagian lainnya mengalami kesulitan nyata -mulai dari terbata-bata hingga kesalahan dalam menerapkan hukum bacaan. "Bahkan, ada pula yang enggan membaca saat diminta melantunkan ayat pendek, menandakan ketidaknyamanan atau kurangnya kesiapan terhadap kompetensi mendasar ini,"ujar Eva dalam artikelnya yang diterbitkan di Republika.id berjudul "PTKIN Bermutu Global, Mampukah Bertahan tanpa Kompetensi Membaca Alquran?"


Dia mengungkapkan, situasi yang tidak jauh berbeda ditemukan dalam pengalaman mahasiswa pascasarjana di sebuah PTKIN. Dalam salah satu ujian tugas akhir, ketika mahasiswa membaca dan menjelaskan ayat Alqur’an sebagai bagian dari pertanggungjawaban ilmiahnya, dosen penguji hanya merespons dengan menyarankan agar hukum bacaannya dikonsultasikan ke ustaz atau guru ngaji.


Hal itu diungkapkan dengan alasan ketidakyakinan atas hafalan hukum tajwid yang dimiliki oleh penguji bersangkutan.


Di level struktural, Eva mengatakan, realitas ini semakin mengkhawatirkan. Seorang ketua program studi di Fakultas Tarbiyah -yang notabene merupakan fakultas pencetak calon guru madrasah dan sekolah Islam- diketahui mendelegasikan tugas pengujian baca Alqur’an kepada sekretaris prodi karena dirinya merasa belum cukup mampu untuk membaca Alqur’an secara baik dan benar.


"Kasus semacam ini tentu bukan untuk membuka aib personal, melainkan menjadi cerminan penting bahwa integritas kompetensi Qur’ani dosen PTKIN belum menjadi perhatian sistemik. Situasi-situasi tersebut tidak dimaksudkan untuk menghakimi, tetapi menjadi cermin reflektif: bahwa kemajuan formal PTKIN tidak boleh mengabaikan fondasi spiritual yang menjadi ciri khas dan sumber legitimasi moral institusi ini," tulis Eva.


Di sisi lain, dia mengatakan, wacana internasionalisasi Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri (PTKIN) semakin menguat seiring dengan keberhasilan pelaksanaan Seleksi Masuk PTKIN (UM-PTKIN) tahun 2025 yang telah dinyatakan sukses.


Capaian ini tidak hanya menunjukkan keberhasilan teknis dalam penyelenggaraan seleksi nasional, tetapi juga menandai momentum strategis bagi akselerasi transformasi menyeluruh PTKIN menuju standar mutu global.


Lebih dari itu, capaian ini menjadi titik tolak penting dalam upaya memperkuat kualitas sumber daya manusia yang unggul, kompetitif, dan berkarakter Qur’ani.

"Namun, di balik euforia capaian tersebut, muncul pertanyaan reflektif yang perlu direnungkan bersama: mampukah PTKIN bertahan sebagai lembaga bermutu global jika kompetensi membaca Alqur’an tidak lagi dianggap penting bagi para dosennya?"


Transformasi PTKIN menuju mutu global tidak akan tercapai jika hanya dibangun di atas indikator formal seperti publikasi, akreditasi, atau pemeringkatan internasional. Aspek fundamental seperti penguatan spiritualitas dan integritas keilmuan dosen harus menjadi perhatian utama.


Dalam hal ini, kemampuan membaca Alqur’an bukanlah sekadar kemampuan teknis keagamaan, tetapi mencerminkan otoritas akademik, terutama di lingkungan kampus Islam. Maka, langkah-langkah strategis yang dapat dilakukan harus dimulai dari kebijakan nasional hingga pembinaan di tingkat institusi.


Menurut dia, Kementerian Agama perlu segera menyusun regulasi nasional yang mewajibkan kemampuan membaca Alqur’an sebagai salah satu syarat dasar dosen PTKIN. Regulasi ini tidak hanya penting untuk seleksi dosen baru, tetapi juga harus terintegrasi dalam sistem pembinaan dan pengembangan profesi dosen yang berkelanjutan.


Dalam setiap program pelatihan, baik induksi dosen baru, pelatihan profesional berjenjang, maupun penilaian kenaikan jabatan akademik ke Lektor Kepala atau Guru Besar, kemampuan membaca Alqur’an secara baik dan benar perlu dijadikan indikator resmi. Kebijakan ini harus tegas tetapi edukatif, dengan pendekatan yang mendorong peningkatan kapasitas, bukan semata-mata hukuman.

Artikel ini dilansir dari laman https://khazanah.republika.co.id/berita/sz5wjv483/guru-besar-uin-suka-ungkap-masih-banyak-dosen-ptkin-gagap-membaca-alquran-part3

×
Berita Terbaru Update